POPNEWS.ID - PDI Perjuangan mengambil sikap tegas terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah. Tak sekadar menolak, partai ini mendesak agar putusan tersebut tidak dijalankan dulu alias dimoratorium dan dibawa kembali ke DPR RI untuk dikaji secara legislatif.
Ketua DPP PDI Perjuangan, Djarot Saiful Hidayat, menilai putusan MK itu menimbulkan kekacauan hukum karena menabrak konstitusi, terutama Pasal 22E UUD 1945, yang menyebutkan bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali untuk memilih presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD secara serentak.
“Kalau dilaksanakan, itu melanggar undang-undang dasar ya. Tapi, kalau tidak dilaksanakan, katanya keputusan MK itu final. Saling pertentangan,” kata Djarotd dilansir dari detikX.
Karena berada dalam posisi serba salah, Djarot menyebut pemerintah dan DPR harus menempuh langkah bijak dengan tidak tergesa-gesa menjalankan putusan MK, sembari melakukan peninjauan ulang dari sisi hukum, teknis, maupun politik.
Ia menambahkan, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri juga telah memberikan arahan kepada seluruh jajaran partai agar tidak terburu-buru menanggapi putusan MK. Sebaliknya, seluruh kader diminta untuk mengkaji dan mencermati secara komprehensif dampak hukum dan politik yang ditimbulkan dari perubahan format pemilu ini.
“Bu Mega kemarin sudah sampaikan, tolong dicermati, karena waktunya masih cukup panjang, sampai tahun 2029,” lanjut Djarot.
Menurutnya, waktu menuju pemilu serentak berikutnya masih cukup untuk membahas kembali arah desain sistem pemilu nasional. Oleh karena itu, moratorium pelaksanaan putusan MK dinilai sebagai langkah paling rasional, sebelum ada kejelasan hukum dan regulasi yang memayunginya secara sah.
PDI Perjuangan juga meminta agar DPR segera mengambil peran aktif untuk membahas ulang norma-norma hukum pemilu, termasuk memanggil penyelenggara seperti KPU, Bawaslu, dan ahli hukum tata negara untuk memberikan pandangan dalam forum resmi DPR.
“Kalau MK sudah buat putusan, dan kita tidak bisa mengabaikannya, maka yang harus dilakukan adalah membuat aturan pelaksana atau bahkan undang-undang baru. Tapi tidak bisa tergesa-gesa,” tegas Djarot.
Ia mengingatkan bahwa perubahan besar dalam sistem pemilu harus dilakukan secara hati-hati, menyeluruh dan sesuai dengan prinsip demokrasi. Jika tidak, maka pemilu ke depan akan kehilangan legitimasi dan bisa memicu konflik hukum serta ketidakpercayaan publik terhadap proses politik.
(Redaksi)