IMG-LOGO
Home Trending Skandal "Miss Golf" Guncang Buddhisme Thailand, Polisi Temukan 80.000 Bukti Digital Pemerasan
trending | umum

Skandal "Miss Golf" Guncang Buddhisme Thailand, Polisi Temukan 80.000 Bukti Digital Pemerasan

oleh VNS - 18 Juli 2025 13:28 WITA
IMG
Ilustrasi patung Buddha di Thailand (Ist)

POPNEWS.ID - Skandal baru mengguncang institusi Buddhisme di Thailand. Seorang perempuan yang dijuluki "Miss Golf" oleh polisi diduga telah melakukan pemerasan terhadap setidaknya sembilan biksu, termasuk seorang kepala biara. Selama tiga tahun, perempuan itu berhasil mengumpulkan sekitar 385 juta baht (setara Rp193,5 miliar) dari para korban, ungkap kepolisian Thailand dalam konferensi pers pada Selasa (15/7).

Investigasi bermula dari kejanggalan hilangnya seorang kepala biara di Bangkok pada pertengahan Juni. Ia ternyata melarikan diri setelah diperas oleh Miss Golf, yang mengklaim menjalin hubungan seksual dengannya pada Mei 2024 dan bahkan mengaku hamil, dengan tuntutan tunjangan anak lebih dari 7 juta baht (sekitar Rp3,5 miliar).

Polisi Temukan 80.000 File untuk Pemerasan

Dalam penggeledahan rumah Miss Golf awal Juli lalu, polisi menemukan lebih dari 80.000 foto dan video, yang diyakini digunakan untuk memeras para biksu.

“Sebagian besar uang telah diambil dan digunakan untuk judi daring,” ujar juru bicara kepolisian Thailand.

Modus Miss Golf terungkap sebagai pola sistematis. Selain kepala biara, sejumlah biksu lain juga mentransfer uang ke rekeningnya. Polisi menduga pemerasan ini bukan tindakan tunggal, melainkan strategi yang dirancang rapi.

Perempuan itu kini menghadapi beragam tuduhan, termasuk pemerasan, pencucian uang, dan menerima barang hasil kejahatan.

Reaksi Lembaga Agama dan Raja Thailand

Skandal ini langsung memicu reaksi luas dari masyarakat dan pemerintah. Dewan Tertinggi Sangha, badan pengurus tertinggi Buddhisme di Thailand, segera membentuk tim untuk mengevaluasi ulang sistem pengawasan dan sanksi bagi para biksu.

Sementara itu, Raja Vajiralongkorn mencabut perintah kerajaan yang sebelumnya menganugerahkan gelar kehormatan kepada 81 biksu, sebagai respons atas berbagai pelanggaran moral baru-baru ini.

“Yang penting adalah mengungkap kebenaran agar publik dapat meredakan keraguan mereka tentang ketidakbersalahan Sangha,” ujar Prakirati Satasut, sosiolog dari Universitas Thammasat.

“Tergantung dari Dewan Tertinggi Sangha, apakah mereka akan memotong tangan dan kaki beberapa orang untuk menyelamatkan organisasi,” lanjutnya.

Sorotan Publik dan Dorongan Reformasi

Kepolisian kini membuka saluran pengaduan publik untuk melaporkan biksu yang menyalahgunakan kedudukan. Di sisi lain, para cendekiawan menilai skandal ini mencerminkan masalah sistemik dalam lembaga agama.

“Sistemnya otoriter mirip dengan birokrasi Thailand. Biksu senior seperti pejabat tinggi, dan biksu junior adalah bawahan mereka,” kata Suraphot Thaweesak, cendekiawan agama kepada BBC Thai.

“Ketika mereka melihat sesuatu yang tidak pantas, mereka tidak berani bersuara karena sangat mudah diusir dari kuil,” imbuhnya.

Meski ini bukan kali pertama institusi Buddhisme di Thailand tersandung skandal, banyak pihak berharap bahwa penindakan kali ini bisa menjadi momentum reformasi nyata.

(Redaksi)