POPNEWS.ID - Ancaman campak belum surut, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Dinkes Sumut) mencatat peningkatan signifikan kasus suspek campak dan rubela dalam tujuh bulan terakhir. Hingga akhir Juli 2025, tercatat 1.191 kasus suspek, dengan 362 positif campak dan 10 positif rubela.
“Kami mencatat totalnya ditemukan 362 kasus positif campak dan 10 rubella,” kata Kepala Dinas Kesehatan Sumut Faisal Hasrimy melalui Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Sumut, Novita Saragih, Minggu (3/8).
Sebaran kasus positif paling dominan ditemukan di Kota Medan (159 kasus), Deli Serdang (101), dan sisanya tersebar di 10 daerah lain seperti Tebing Tinggi, Tapanuli Selatan, dan Dairi. Kondisi ini mendorong Dinkes Sumut menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) di 12 kabupaten/kota.
Sebagai respons, Dinkes Sumut segera melakukan penyelidikan epidemiologi (PE), termasuk pelacakan kontak erat di sekitar lingkungan rumah, sekolah, dan area publik.
“Kami juga berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota yang terdampak serta lintas sektor seperti sekolah dan tokoh masyarakat,” jelas Novita.
Dinkes juga menyusun mikroplaning untuk pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) atau imunisasi respons wabah. Upaya ini dikejar untuk menekan penyebaran lebih luas dan mendorong cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) yang saat ini baru mencapai 38,66% dari target 58%.
“Berdasarkan hasil penyelidikan, sebanyak 56% dari kasus campak yang dilaporkan ternyata belum pernah menerima imunisasi MR,” ujar Novita.
Menurutnya, faktor lain seperti efektivitas vaksin dan daya tahan tubuh juga turut menentukan risiko infeksi.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Dinkes Sumut menggulirkan program Imunisasi PENARI (Pekan Imunisasi Nasional) pada 4–9 Agustus 2025.
“Ini untuk mengejar ketertinggalan imunisasi pada anak-anak yang belum menerima vaksin sesuai jadwal,” katanya.
Novita juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan peran masyarakat luas.
“Keberhasilan program imunisasi memerlukan dukungan kolektif dari semua pihak, termasuk pemerintah daerah, tokoh agama, tenaga kesehatan, hingga media massa,” tutupnya.
(Redaksi)